Dr. RM. Armaya Mangkunegara, S.H., M.H.
“Dari Asia, Indonesia ‘Mendunia’”,begitulah kiranya ungkapan yang tepat untuk menggambarkan pikiran yang terbesit dalam benak penulis saat ini. Tentu bukan tanpa alasan, bukan pula sebatas harapan yang tidak diimbangi dengan kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Momentum sebagai penyelenggara perhelatan akbar negara-negara Asia hampir dapat dipastikan telah melalui serangkaian proses seleksi yang ketat dan memperhitungkan berbagai faktor. Faktual, pilihan Dewan Olimpiade Asia (Olympic Council of Asia/OCA) pada akhirnya jatuh di Indonesia.
Sejarah mencatat, Indonesia kedua kalinya di tahun 2018 ini sebagai penyelenggara Asian Games XVIII yang sedianya digelar pada tanggal 18 Agustus 2018 sampai dengan tanggal 2 September 2018 di dua kota, Jakarta dan Palembang. Pada tahun 1962, dalam kurun waktu tanggal 24 Agustus 1962 hingga tanggal 4 September 1962, Indonesia pun tercatat sebagai tuan rumah Asian Games IV. Praktis, fakta ini menunjukkan bahwa keberadaan Indonesia ‘diperhitungkan’ di kancah internasional. Terlebih tidak sedikit anggaran yang terserap untuk mempersiapkan event besar tersebut. Berdasarkan data, Pemerintah menganggarkan sebesar Rp 3 Triliun untuk agenda itu.
Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial yang merupakan nilai luhur serta tujuan bangsa Indonesia memerlukan bentuk konkrit dalam pelaksanaannya. Satu di antara sekian banyak upaya pelaksanaan tujuan nasional tersebut dilakukan melalui ‘ajang silaturrahim’ negara-negara Asia berwadah Asian Games XVIII. Jadi pada dasarnya, anggaran besar yang dikeluarkan oleh negara untuk menyongsong agenda tersebut tidaklah sebanding dengan besarnya tujuan bangsa Indonesia untuk menciptakan perdamaian dunia yang abadi. Dari sudut pandang internal, mempersiapkan putra-putri terbaik sebagai delegasi Indonesia juga bentuk upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.
Elemen bangsa yang cerdas, tentu tidak tinggal diam melihat perjuangan yang dilakukan oleh para atlet bertalenta yang bertindak untuk dan atas nama Indonesia melalui cabang olahraga. Adat “gugur gunung” atau lazim disebut gotong-royong yang juga tersemat pada sila ke-3 Pancasila pada hakikatnya sudah membudaya. Tradisi ini telah lama bersemayam di jiwa bangsa Indonesia sejak penjajahan hingga pasca kemerdekaan. Memberi dukungan, tidak sebatas berbentuk materiil. Dukungan moril dari seluruh tumpah darah Indonesia sebenarnya juga menjadi faktor keberhasilan prestasi negeri kita. Sependapat dengan pernyataan Presiden Republik Indonesia bahwa AsianGames XVIII tidaklah semata ‘gawe’ nya Pemerintah, namun juga pekerjaan rumah seluruh rakyat Indonesia. Sehingga wajar, dengan segala kemampuan yang dimiliki, rakyat Indonesia berlandaskan jaminan kebebasan berhak mengutarakan dukungan dan pendapat melalui berbagai bentuk dalam media yang ada.
Sebagaimana diketahui, Asian Games XVIII dilaksanakan tepat sehari setelah peringatan kemerdekaan Indonesia. Entah kesengajaan atau hanya sebatas kebetulan, Asian Games ke -18, dilaksanakan mulai tanggal 18 Agustus Tahun 2018, harapannya tetap yang terbaik untuk Indonesia. 18 Agustus 1945, Indonesia mulai melakukan penataan terhadap piranti kenegaraan setelah pada tanggal 17 Agustus 1945 resmi diproklamirkan kemerdekaannya. Proklamasi kemerdekaan tentu bukan perkara ‘gampang’. Perjuangan merebut kemerdekaan itulah yang menentukan arah kehidupan bangsa saat itu. Fakta sejarah menunjukkan bahwa sekian banyak pahlawan kemerdekaan bahu-membahu dengan satu tujuan, terciptanya negara yang berdaulat, adil dan makmur. Bisa dibayangkan betapa nilai-nilai persatuan yang ditunjukkan oleh para pendahulu sungguh besar dan diikuti dengan kebesaran jiwa pula. Bagaimana tidak, pangkal perjuangan dengan ditandai proklamasi kemerdekaan oleh Soekarno-Hatta (Proklamator), sama sekali tidak menuai protes berkepanjangan. Pejuang lain yang juga mengorbankan harta, tenaga serta pikiran “legowo” proklamasi diucapkan oleh beliau. Bahkan, gelora proklamasi didukung secara antusias oleh semua elemen masyarakat Indonesia. Konteks seperti inilah yang seyogianya juga dilakukan pada event berbasis sportifitas bertajuk Asian Games XVIII.
Apresiasi Prestasi
Siapa pun yang terpilih sebagai atlet mewakili Indonesia pada ajang Asian Games XVIII merupakan generasi terbaik bangsa. Mereka akan berjuang sekuat tenaga untuk dapat menorehkan prestasi bagi negara. Maka selayaknya mereka pun patut mendapatkan apresiasi dari apa yang mereka lakukan, serupa dengan tanda jasa kepahlawanan pada era merebut kemerdekaan.
Gubernur Jawa Timur pada beberapa kesempatan menyampaikan akan memberikan bonus khusus bagi para atlet khususnya putra daerah Jawa Timur jika mendapatkan medali pada Asian Games XVIII. Penulis menilai tawaran ini merupakan salah satu bentuk apresiasi dari Pemerintah khususnya Provinsi Jawa Timur untuk turut mensukseskan perhelatan olahraga akbar tersebut. Setidaknya, iming-iming yang diberikan dapat menjadi pemacu semangat atlet untuk berlaga maksimal sesuai cabang olahraga masing-masing.
Mengantarkan atlet menjadi juara tidak cukup hanya sebatas tawaran atas hasil akhir yang diperoleh. Dukungan program pelatihan juga dibutuhkan guna menggembleng kemampuan atlet pada masing-masing cabang olahraga. Ini pula yang dilakukan Jawa Timur menyongsong Asian GamesXVIII. Jer Basuki Mawa Bea, sudah pasti apa yang dilakukan itu memerlukan anggaran yang tidak sedikit. Namun Jawa Timur tidak diragukan mengenai kesiapan anggaran. Terlebih, kota Surabaya (Jawa Timur) bahkan pernah menjadi nominasi penyelenggara Asian Games XVIII ini.
Pemberdayaan Soft Skill Atlet
Hal lain yang tidak kalah penting untuk dipikirkan adalah bagaimana meningkatkan taraf hidup atlet pasca laga. Apa pun hasil yang didapat, para pejuang olahraga sudah menunjukkan dedikasi yang tinggi bagi bangsanya. Maka negara layak juga memberikan perhatian khusus bagi mereka. Realita menunjukkan, tidak sedikit ‘mantan’ atlet yang kehidupannya pas-pas an, bahkan bertaraf menengah ke bawah. Ironi ini adalah gambaran bahwa pemberdayaan ekonomi atlet ke depan perlu diarahkan. Setidaknya ada perhatian khusus dibanding yang bukan atlet. Pemberdayaan ekonomi atlet dan mantan atlet akan memicu generasi ke depan untuk berbuat yang terbaik melalui sektor olahraga.
Pemberdayaan atlet dalam dunia usaha tentu tidak serta merta menjadi tanggungjawab satu pihak saja. Indonesia dengan heterogenitas sumber daya nya memiliki sektor-sektor khusus yang dapat dimanfaatkan. Iklim otonomi daerah yang ada, mendorong masing-masing daerah untuk berpacu menghasilkan devisa terbesar bagi daerahnya. Daya dukung Pemerintah Daerah untuk memprioritaskan taraf hidup atlet dan mantan atlet khususnya yang berangkat dari daerah masing-masing menjadi salah satu faktor penting untuk memberikan jaminan kehidupan yang layak bagi atlet dan mantan atlet di masa yang akan datang.
Pada akhirnya, sukses dan tidaknya penyelenggaraan Asian Games XVIII merupakan tanggung jawab bersama elemen bangsa. Memberikan support bagi atlet yang berlaga juga merupakan bentuk dukungan yang dapat dilakukan oleh setiap warga negara. Apalagi dengan dibarengi spirit perayaan kemerdekaan Republik Indonesia. Penulis yakin, etos pahlawan yang berjuang merebut kemerdekaan jika tertanam pula pada jiwa atlet dapat menghasilkan torehan prestasi yang diperhitungkan oleh dunia internasional. Mari dukung bersama Asian Games 2018, semoga Allah SWT. Meridhoi. #dukungbersama #asiangames2018.
Tidak ada komentar:
Write komentar